DINKESMERANGIN.ORG – Fenomena burnout atau kelelahan emosional, mental, dan fisik akibat stres kerja berkepanjangan kini semakin banyak dialami oleh generasi milenial. Generasi yang lahir antara tahun 1981 hingga 1996 ini dikenal adaptif terhadap teknologi dan memiliki ambisi tinggi dalam berkarier. Namun, tekanan lingkungan kerja modern, ekspektasi sosial, dan gaya hidup multitasking sering membuat mereka rentan terhadap kelelahan psikologis yang serius.
Ciri-Ciri Burnout pada Pekerja Milenial
Burnout tidak selalu mudah dikenali karena sering disamakan dengan kelelahan biasa. Namun, ada beberapa tanda khas yang menjadi indikator seseorang mengalami burnout, antara lain:
- Kehilangan motivasi: Pekerja yang awalnya antusias bisa tiba-tiba merasa tidak bersemangat dalam menyelesaikan tugas sehari-hari. Bahkan, pekerjaan yang dulu disukai pun terasa membebani.
- Penurunan performa kerja: Ketika burnout melanda, konsentrasi dan produktivitas menurun drastis. Kesalahan kecil sering terjadi, dan tugas yang sederhana menjadi terasa berat.
- Kelelahan emosional dan fisik: Tubuh terasa lemas meski tidur cukup. Secara emosional, penderita merasa kosong, cepat marah, atau mudah tersinggung.
- Sinisme terhadap pekerjaan: Ada perasaan tidak puas, meremehkan rekan kerja, atau bahkan kehilangan rasa empati terhadap klien dan perusahaan.
- Gangguan tidur dan kesehatan: Sulit tidur, sakit kepala, gangguan pencernaan, hingga gangguan kecemasan atau depresi menjadi dampak lanjutan yang umum dialami.
Penyebab Burnout pada Milenial
Ada banyak faktor yang menyebabkan pekerja milenial rentan mengalami burnout, baik dari sisi individu maupun lingkungan. Beberapa penyebab utamanya adalah:
1. Budaya Hustle dan Overworking
Di era digital, bekerja keras tanpa henti sering dianggap sebagai bentuk pencapaian. Banyak milenial merasa harus selalu produktif agar dianggap sukses. Akibatnya, mereka menoleransi jam kerja panjang tanpa istirahat yang cukup.
2. Tekanan Sosial Media
Media sosial menciptakan ilusi kehidupan ideal. Melihat kesuksesan teman sebaya bisa memicu perasaan kurang berhasil dan tekanan untuk terus mengejar prestasi, meskipun sudah bekerja keras.
3. Kurangnya Work-Life Balance
Banyak milenial kesulitan memisahkan waktu kerja dan waktu pribadi, terutama mereka yang bekerja dari rumah atau sebagai freelancer. Batas antara profesional dan personal menjadi kabur.
4. Ketidakpastian Finansial dan Karier
Meskipun berpendidikan tinggi, banyak milenial menghadapi tantangan ekonomi seperti gaji yang tidak sebanding dengan biaya hidup, utang pendidikan, dan ketidakpastian masa depan. Ini menambah beban pikiran yang berat.
5. Lingkungan Kerja yang Tidak Sehat
Kepemimpinan yang otoriter, komunikasi yang buruk, atau budaya kantor yang toksik juga berkontribusi terhadap stres kronis. Tekanan dari atasan atau rekan kerja bisa mempercepat timbulnya burnout.
Cara Mengatasi dan Mencegah Burnout
Meski burnout terdengar mengkhawatirkan, kondisi ini bisa diatasi dan dicegah. Berikut adalah beberapa cara efektif yang bisa dilakukan oleh pekerja milenial untuk menjaga kesehatan mental mereka:
1. Kenali dan Akui Burnout
Langkah pertama adalah menyadari bahwa burnout adalah kondisi nyata yang perlu ditangani, bukan kelemahan pribadi. Mengakui bahwa diri sedang lelah merupakan awal dari proses pemulihan.
2. Atur Prioritas dan Batasan
Belajar mengatakan “tidak” terhadap tugas yang tidak penting atau di luar kapasitas sangat penting. Tentukan prioritas harian, dan jangan ragu untuk mengambil waktu istirahat.
3. Tingkatkan Kualitas Hidup
Olahraga ringan, tidur cukup, makan makanan sehat, dan meluangkan waktu untuk hobi bisa membantu mengisi ulang energi fisik dan mental.
4. Kurangi Paparan Media Sosial
Batasi waktu scroll media sosial yang memicu stres atau perbandingan sosial. Fokus pada realita dan pencapaian pribadi.
5. Bangun Sistem Dukungan
Berbagi cerita dengan teman dekat, pasangan, atau keluarga bisa membantu mengurangi beban emosi. Jika perlu, berkonsultasilah dengan psikolog atau konselor profesional.
6. Dorong Perubahan di Tempat Kerja
Apabila memungkinkan, ajukan usulan ke manajemen tentang fleksibilitas jam kerja, program kesehatan mental, atau budaya kerja yang lebih suportif. Perubahan kecil bisa berdampak besar bagi kesejahteraan karyawan.
Burnout di kalangan pekerja milenial bukanlah fenomena sepele. Ini adalah tanda bahwa ada ketidakseimbangan serius antara kehidupan kerja dan kebutuhan pribadi. Dengan mengenali ciri-cirinya, memahami penyebabnya, dan mengambil langkah konkret untuk mengatasinya, milenial bisa kembali menemukan makna dan semangat dalam bekerja. Lebih dari itu, perusahaan juga memiliki tanggung jawab moral untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kesejahteraan mental generasi muda yang menjadi tulang punggung dunia kerja masa depan.